https://www.instagram.com/bathenalib/" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;" target="_blank">
Pada 11 September 2001, seluruh dunia menyaksikan menara World Trade Center di New York ambruk dalam sebuah serangan teroris. Abbas, fotografer Iran, menyaksikannya melalui siaran langsung di TV Siberian.
Kejadian itu mendorongnya untuk memulai perjalanan menelusuri dunia Islam yang kemudian berlangsung selama tujuh tahun. Foto-foto yang dipublikasikan di dalam buku ini adalah hasil akhir dari proyek itu.
Abbas memandang dengan mata yang tajam ke dunia yang dilirik hanya oleh segelintir orang Barat. Dia menemui orang-orang dan tempat-tempat yang telah diabaikan oleh orang lain, mengungkapkan jauh lebih banyak—dan lebih mendalam—daripada jurnalis foto yang hanya berfokus pada kejadian-kejadian besar atau yang berlomba-lomba untuk menyampaikan berita terbaru.
Abbas memiliki kemampuan khusus untuk mengabadikan momen-momen penting dalam konflik sosial atau politik, dan membingkai tindakan atau gerakan itu menjadi suatu simbol: yang dia istilahkan sebagai "momen tertangguhkan."
Memotret di enam belas negara--termasuk Iran, Irak , Lebanon, Afghanistan, Arab Saudi, Israel, Palestina, Turki, Indonesia, Thailand, Kenya, dan Zanzibar—foto-foto Abbas dan kutipan dari buku hariannya secara jujur mencerminkan kegelisahan, ketidakpastian, dan ancaman global yang terdapat di arus bawah masyarakat. Namun juga ada pancaran optimisme—pernikahan, permainan bola dadakan—yang mencerminkan kemampuan Abbas sebagai penafsir yang humanis atas keberadaan umat manusia.
In Whose Name?: The Islamic World After 9/11
by Abbas
Thames & Hudson (2009), 272 pages
