Skip to main content

Featured

Reza: War + Peace

  Sebuah buku foto yang menggabungkan seni visual dan narasi menggugah, War + Peace  karya Reza membawa kita ke jantung tempat-tempat yang porak-poranda oleh konflik, tetapi juga menggambarkan momen-momen keindahan dan harapan yang tetap bertahan di tengah kekacauan.

"Camera Lucida": Seni Menikmati Foto a la Barthes



Camera Lucida (c) Roland Barthes


Tengah berduka atas kematian ibunda, Roland Barthes mencari foto sang ibu. Peristiwa ini mendorongnya untuk menuliskan salah satu buku yang paling berpengaruh dalam wacana kajian fotografi, Camera Lucida, yang juga merupakan karya terakhirnya. 

Buku ini terdiri atas dua bagian. Pada bagian pertama, Barthes mencoba membahasakan apa yang dilihatnya pada selembar foto. Dia memperkenalkan konsep operator (pemotret), spektator (penikmat foto) dan spektrum (objek yang terekam dalam bingkai foto). 

Spektrum, yang menjadi acuan di dalam foto, terdiri atas dua unsur: studium, pengetahuan budaya yang memungkinkan spektator untuk memahami apa yang direkam di dalam foto, dan punctum, yang dalam bahasa Latin berarti "bekas luka, tanda yang ditinggalkan oleh benda tajam." Sebuah sentakan atau detail acak di dalam sebuah foto, melenyapkan homogenitas studium dan menyedot perhatian spektator. Dalam kata-kata Barthes sendiri: sebagian foto menyentak dia, sebagian lain tidak.



Bagian kedua buku ini lebih bersifat personal. Barthes menjelaskan bahwa pada awalnya dia bermaksud untuk menganalisis foto setelah kematian ibunya pada 1977. 

Suatu malam di bulan November, tak lama setelah kematian ibuku, aku membongkar koleksi foto. Aku tak berharap "bertemu" ibuku lewat foto itu, aku tidak mengharapkan apa-apa dari "foto tentang sesuatu yang di hadapannya kita tak mampu mengingat dengan lebih jelas daripada sekadar memikirkannya."

Melihat kembali foto-foto ibunya, dia mendapati apa yang kelak dia sebut sebagai punctum ada di dalam foto ibunya ketika kanak-kanak di sebuah taman musim dingin. "Sesuatu yang mungkin merupakan esensi dari Foto itu muncul dalam satu detail khusus ini," jelasnya. "Oleh karena itu saya menjadikan foto ini sebagai panduan bagi penelitian saya yang terakhir." 

Dengan ini Barthes ingin mengajak kita mencari yang apa dengan sebuah foto. Apa yang kau harap dari melihatnya. Apa yang membuatmu tertegun memperhatikannya. Pesan apa yang didisampaikannya, khusus untukmu?



Roland Barthes tidak tertarik dengan apa kata orang. Foto yang kebetulan menarik perhatiannya mungkin tidak tampak istimewa. Tetapi dia tertarik pada selintas perasaan yang dibangkitkan oleh foto itu di dalam dirinya. Dia ingin menggali apa yang terjadi di dalam dirinya sendiri saat melihat foto itu. Pikiran dan perasaan apa yang terbangkitkan di dalam dirinya. Yang menarik baginya, mungkin tampak acak dan tak penting bagi orang lain. 

Barthes tidak ingin kita cepat-cepat meletakkan foto itu begitu saja, lalu melupakannya. Dia ingin kita terus memperhatikan, melihatnya, mencari kata yang tepat tentang pikiran apa yang terlintas di benak kita saat melihatnya.

Barthes tertarik pada saat-saat kita diam mempertanyakan sesuatu, dan dia ingin memberi kita keberanian untuk memikirkannya lebih lama lagi. Biarpun tak ada orang lain yang berhenti untuk memperhatikannya, tapi nyatanya kamu berhenti dan memperhatikan. Mengapa? Emosi apakah yang membuatmu melihat lekat-lekat pada satu objek di dalam foto itu--sebuah detail di dalamnya, warna yang berbeda, garis yang samar, senyum kecil di sudut bibir subjek foto? 

Foto itu membangkitkan hasrat dan konflik yang tersembunyi jauh di dalam dirimu, yang pada awalnya terabaikan, tak terjangkau. Tapi ia kini muncul ke permukaan, dipicu oleh sebuah detail di dalam foto. Bertahanlah hingga kamu temukan jawabannya. Itulah ajakan Roland Barthes dalam buku ini. 



Camera Lucida
Tahun pertama terbit: 1980
Penulis: Roland Barthes
Penerbit: Hill & Wang
Penerjemah: Richard Howard
Judul asli: La Chambre claire