Skip to main content

Featured

Reza: War + Peace

  Sebuah buku foto yang menggabungkan seni visual dan narasi menggugah, War + Peace  karya Reza membawa kita ke jantung tempat-tempat yang porak-poranda oleh konflik, tetapi juga menggambarkan momen-momen keindahan dan harapan yang tetap bertahan di tengah kekacauan.

"Exodus": Sengsara Perpindahan Manusia



Exodus (c) Sebastiao Salgado


Sebastião Salgado, seorang fotografer Brasil, menghabiskan waktu enam tahun dan mengunjungi lebih dari 35 negara, untuk mendokumentasikan perpindahan massal manusia di berbagai wilayah di seluruh dunia. Dia memotret ekspresi derita gerombolan manusia, jalanan yang mereka lalui, kamp-kamp sementara yang mereka bangun, kota kumuh dan padat tempat mereka akhirnya mukim. 

Buku ini terbit pertama kali pada 1999. Tujuh belas tahun kemudian, pada 2016, buku foto yang ikonik ini diterbitkan ulang. Perpindahan manusia yang direkamnya masih terus terjadi di dekade ini, dilakukan orang-orang yang berbeda, dari generasi yang berbeda, alasan yang berbeda, namun tetap menceritakan kisah yang sama. Mereka adalah orang-orang yang  terusir dari negeri kampung halaman karena perang, bencana alam, kekeringan, kelaparan, penggusuran. Tahun dan generasi berganti, namun tidak banyak perubahan keadaan bagi mereka yang mencoba mencari rumah baru.

Buku foto ini mencakup enam tahun yang dihabiskan Salgado mengikuti perjalanan kaum migran di lebih dari 35 negara, mendokumentasikan orang Amerika Latin memasuki Amerika Serikat, orang-orang Yahudi meninggalkan bekas Uni Soviet, orang Kosovo melarikan diri ke Albania, dan "manusia perahu" pertama dari Arab dan sub-Sahara Afrika berusaha menjangkau Eropa melintasi Mediterania. Serta para pengungsi Rwanda setelah genosida yang menewaskan antara 500 ribu hingga 1 juta orang, hampir 20 persen populasi Rwanda.

Exodus (c) Sebastiao Salgado
   
Exodus (c) Sebastiao Salgado

Seperti yang dicatat Salgado dalam kata pengantar untuk edisi baru: 

“Eropa benar-benar tidak siap menghadapi gelombang besar migran dan pengungsi dari Timur Tengah yang melanda kawasan itu pada 2015. Dalam seketika, tragedi manusia di negeri-negeri jauh yang bisa diabaikan Eropa sekarang hadir di jalanan di tengah kota mereka sendiri dan perairan yang mengeliling pantai mereka.

“Seperti biasa, katalisator yang memicu pergerakan secara tiba-tiba ini berasal jauh dari kota-kota dan negara-negara tempat para migran akhirnya mencari perlindungan. Dalam kasus ini, invasi yang dipimpin Amerika ke Afghanistan dan Irak, yang memicu radikalisasi awal populasi Muslim di sejumlah negara. 

"Ini kemudian disusul oleh Arab Spring yang disalahpahami secara menyedihkan, yang menawarkan janji harapan palsu kepada negara-negara yang sudah lama berada di bawah kekuasaan diktator. Dan ketika revolusi-revolusi ini gagal di mana-mana kecuali Tunisia, banyak Muslim memandang Eropa sebagai pilihan tempat yang aman."

Exodus (c) Sebastiao Salgado
   
Exodus (c) Sebastiao Salgado
Salgado sendiri tidak asing dengan risiko yang senantiasa menyertai pekerjaannya. “Saya melihat kebrutalan total di Rwanda. Saya menyaksikan ribuan kematian setiap hari. Saya kehilangan kepercayaan pada spesies manusia, saya tak yakin bahwa kita masih mungkin untuk hidup lebih lama [...] Saya mulai terinfeksi di mana-mana. Ketika saya bercinta dengan istri saya, bukan sperma yang keluar dari saya, tapi darah," katanya.

“Saya memeriksakan diri ke dokter di Paris, dia mengatakan ‘Sebastian, kamu tidak sakit, prostatmu baik-baik saja. Yang terjadi adalah kamu telah melihat begitu banyak kematian sehingga dirimu pun sekarat. Kamu harus berhenti."'

Exodus (c) Sebastiao Salgado
    
Exodus (c) Sebastiao Salgado

Yang kita saksikan di dalam buku ini adalah bagaimana orang-orang menjalani proses perpindahan yang tak mudah dengan berjalan kaki, naik perahu, berdesakan di dalam kereta api, truk, di jalanan, di kamp-kamp, di daerah kumuh perkotaan dan di perbatasan, daerah pedalaman nomaden antara perang dan perdamaian. 

Namun, gambar-gambarnya indah, tidak ada kesan eksploitatif atau niat untuk membombardir kita dengan rasa ngeri dan iba.  Meski menampilkan derita yang dialami manusia dalam migrasi, ada martabat yang dirajut ke dalam setiap gambarnya. Bukan hanya tentang kemelaratan dan kesengsaraan, tetapi gambaran perjuangan massal manusia dalam keadaan terombang-ambing sembari tetap memiliki kilau harapan di mata mereka.

Exodus by Sebastião Salgado
Taschen (2016),432 pages